Biar unik, itu alasan pendek Slamet Riyanto (18) menempelkan
kertas bertuliskan permintaan maaf pada ibunya di spakbor motornya.
Jumat (23/6) pukul 7.30 WIB, Slamet memasuki Wangon, Kabupaten Banyumas
setelah melakukan perjalanan dua belas jam dari Cileungsi, Kabupaten
Bogor.
"Saya berangkat jam 19.30 WIB. Saya mau mudik ke Kebumen," kata Slamet ketika ditemui merdeka.com di pinggiran Jalan Jatilawang, Banyumas.
Di spakbor belakang motor Slamet persis di bawah plat nomor, ditempel kertas yang memang menarik perhatian karena kata-katanya yang bernada curahan hati (curhat). Slamet menulis dengan huruf kapital berbahasa Jawa berisi begini:
"Ngapunten Mbok durung biso gowo calon mantu." Bahasa Jawa itu kira-kira memiliki arti bawa Slamet meminta maaf pada ibunya belum bisa membawa calon menantu saat mudik.
Kertas serupa juga tertempel di ransel milik Dedig Mardiyanto (27) yang ikut membonceng Slamet. Sama-sama berbahasa Jawa, Dedig menulis "Leren Makaryo Sungkem Si Mbok" atau "Libur Bekerja meminta maaf pada ibu,". Dedig sendiri mengatakan tempelan kertas itu hanya sebagai keasyikan agar tak jenuh selama perjalanan.
Slamet dan Dedig, yang merupakan warga desa Telogosari, Kabupaten Kebumen mengaku sejak jauh-jauh hari memang ingin melakukan mudik dengan cara tak biasa. Bahkan mereka sengaja melakukan perjalanan mudik secara massal satu rombongan dengan teman-teman asal Kebumen yang sama-sama bekerja di Cileungsi.
"Kami berombongan mas, ada 34 orang. Ini boncengan bawa 17 motor. Kami semua sedulur (saudara) Telogosari," kata Dedig.
Kertas bertuliskan pesan tertentu semacam yang dibuat Slamet, memang nampak di beberapa pemudik lain saat merdeka.com melakukan pantauan mudik di ruas Wangon yang cukup padat pengendara dari arah Jawa Barat. Ada pemudik yang menulis tentang rute perjalanan, ada pula yang menulis tentang tujuan mudik, sampai uangkapan-ungkapan perasaan tertentu.
Mudik memang telah jadi tradisi sakral yang dilakukan saban menjelang idul fitri. Dari berbagai alamat menuju ke berbagai alamat, mudik dilakukan demi menjaga ikatan dengan kampung halaman masing-masing. Di jalanan masyarakat pun bertumpah ruah, keunikan ekspresi pun muncul menjadi pemandangan tersendiri yang membuat perjalanan bisa jadi miris bahkan lucu.
"Saya berangkat jam 19.30 WIB. Saya mau mudik ke Kebumen," kata Slamet ketika ditemui merdeka.com di pinggiran Jalan Jatilawang, Banyumas.
Di spakbor belakang motor Slamet persis di bawah plat nomor, ditempel kertas yang memang menarik perhatian karena kata-katanya yang bernada curahan hati (curhat). Slamet menulis dengan huruf kapital berbahasa Jawa berisi begini:
"Ngapunten Mbok durung biso gowo calon mantu." Bahasa Jawa itu kira-kira memiliki arti bawa Slamet meminta maaf pada ibunya belum bisa membawa calon menantu saat mudik.
Kertas serupa juga tertempel di ransel milik Dedig Mardiyanto (27) yang ikut membonceng Slamet. Sama-sama berbahasa Jawa, Dedig menulis "Leren Makaryo Sungkem Si Mbok" atau "Libur Bekerja meminta maaf pada ibu,". Dedig sendiri mengatakan tempelan kertas itu hanya sebagai keasyikan agar tak jenuh selama perjalanan.
Slamet dan Dedig, yang merupakan warga desa Telogosari, Kabupaten Kebumen mengaku sejak jauh-jauh hari memang ingin melakukan mudik dengan cara tak biasa. Bahkan mereka sengaja melakukan perjalanan mudik secara massal satu rombongan dengan teman-teman asal Kebumen yang sama-sama bekerja di Cileungsi.
"Kami berombongan mas, ada 34 orang. Ini boncengan bawa 17 motor. Kami semua sedulur (saudara) Telogosari," kata Dedig.
Kertas bertuliskan pesan tertentu semacam yang dibuat Slamet, memang nampak di beberapa pemudik lain saat merdeka.com melakukan pantauan mudik di ruas Wangon yang cukup padat pengendara dari arah Jawa Barat. Ada pemudik yang menulis tentang rute perjalanan, ada pula yang menulis tentang tujuan mudik, sampai uangkapan-ungkapan perasaan tertentu.
Mudik memang telah jadi tradisi sakral yang dilakukan saban menjelang idul fitri. Dari berbagai alamat menuju ke berbagai alamat, mudik dilakukan demi menjaga ikatan dengan kampung halaman masing-masing. Di jalanan masyarakat pun bertumpah ruah, keunikan ekspresi pun muncul menjadi pemandangan tersendiri yang membuat perjalanan bisa jadi miris bahkan lucu.
artikel ini sudah dipublish di merdeka.com dengan judul: Lucu, pemudik ini bawa tulisan 'Maaf Bu, enggak bawa calon mantu'